Dwi Rezky Anandari
Magister Psikologi Sains
Pendidikan
Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
Abstrak
Maraknya
keberadaan game online di kalangan
anak menjadi fenomena yang cukup menarik perhatian. Anak menghabiskan banyak
waktu di depan komputer ataupun smartphone
untuk bermain game online. Dalam
kondisi tersebut orangtua sangat berperan dalam melakukan kontrol dan
menerapkan disiplin terhadap anak. Orangtua dengan pola asuh permisif sedikit
memberikan tuntutan pada anak, mengijinkan anak mereka untuk bebas
mengekspresikan perasaan serta dorongan mereka, tidak memonitor kegiatan
anak-anak mereka, dan jarang melakukan kontrol kuat atas perilaku anak (Maccoby
& Martin; dalam Shaffer & Kipp, 2010). Jika tidak ada kontrol yang kuat
serta penerapan disiplin oleh orangtua, maka anak akan terbiasa untuk bermain game online tanpa ada batasan. Hal
tersebut dapat mengakibatkan anak mengalami kecanduan game online.
Kecanduan game online adalah kecenderungan untuk
terus bermain dan mengabaikan realitas (Clark & Scott, 2009). Individu
menjadi asyik dengan game, kehilangan
minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game, menarik diri dari keluarga, teman-teman dan menggunakan game sebagai sarana melarikan diri
psikologis (Young, 2009). Individu merasakan kepuasan dapat mengekspresikan
diri yang dianggap tidak mungkin dilakukan di dunia nyata (Padwa &
Cunhingham, 2010).
Tulisan ini
didasari pada penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan
sampel yang sesuai dengan ciri-ciri tertentu dan tujuan penelitian. Responden
dalam penelitian ini adalah anak yang mengalami kecanduan game online. Pengambilan data dengan menggunakan wawancara dan
untuk memperkuat hasil penelitian maka peneliti juga menggunakan (significant other).
Hasil
penelitian terhadap subjek dengan kecanduan game
online menunjukkan bahwa orangtua
dengan pola asuh permisif mempengaruhi anak mengalami kecanduan game online.
PENDAHULUAN
Jumlah
pengguna internet di Indonesia tahun 2013 mencapai 63 juta orang dan sebanyak
20% diantaranya menggunakan game online
(Bisnis.com). Penelitian yang dilakukan terhadap 1.421 sampel menunjukkan bahwa
lamanya menggunakan internet dipengaruhi oleh aplikasi yang digunakan seperti
aplikasi chating, surfing, blogging, download, social
networking, dan game online.
Bermain game online adalah aplikasi yang paling mempengaruhi subjek
menghabiskan banyak waktu untuk bermain internet. Akibatnya aplikasi game
online berpengaruh terhadap penggunaan internet secara kompulsif (Rooij, Schoenmakers, Eijnden, &
Mheen, 2010). Pengguna game online
sebagian besar adalah remaja (Young, 2009). Maraknya game online di kalangan
remaja memunculkan fenomena kecanduan game
online yang dapat berpengaruh terhadap remaja.
Game online menjadi hal yang menarik
dikalangan remaja dan dapat mengakibatkan kecanduan. Chou dan Ting (2003)
mengemukakan bahwa individu yang bermain game online
dalam waktu lama karena merasakan kenikmatan disebut sebagai pecandu game online. Choi, dkk (2009)
menjelaskan bahwa individu yang mengalami kecanduan internet bermain internet
kurang lebih 3,5 jam sehari. Young (2009) mengemukakan bahwa
kecanduan game online adalah
kecanduan internet yang paling cepat berkembang pada anak dan remaja dimana
individu menjadi asyik sehingga kehilangan minat dalam kegiatan lain hanya
untuk bermain game online.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan game online adalah
individu yang bermain game dalam jangka waktu yang lama karena merasakan
kenikmatan, sehingga kehilangan minat untuk melakukan kegiatan lain.
Remaja yang
mengalami kecanduan game online tidak
terlepas dari beberapa faktor. Smart (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan kecanduan game online adalah kurang perhatian dari
orang-orang terdekat, mengalami stress, kurang kontrol orangtua, kurang
kegiatan, lingkungan, dan pola asuh orangtua yang salah. Pola asuh orangtua
menjadi salah satu faktor penyebab remaja mengalami kecanduan game online.
KECANDUAN GAME ONLINE
Clark dan Scott (2009)
menjelaskan bahwa kecanduan game
adalah permainan game yang dapat
memberikan perasaan bahagia terhadap gamer
untuk memiliki kecenderungan terus bermain dan mengabaikan realitas. Individu
menjadi asyik dengan game, berbohong
tentang penggunaan game, kehilangan
minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game, menarik diri dari keluarga, teman-teman dan menggunakan game
sebagai sarana melarikan diri psikologis (Young, 2009). Remaja merasakan
kepuasan dapat mengekspresikan diri yang dianggap tidak mungkin dilakukan di
dunia nyata (Padwa & Cunhingham, 2010).
Individu yang mengalami kecanduan
internet bermain internet kurang lebih 3,5 jam sehari (Choi, dkk, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Klassen dan Kuzucu (2009) pada 508 siswa SMP
(Sekolah Menengah Pertama) di Turki menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih
sulit menahan keinginan bermain game online
daripada remaja perempuan. Remaja yang mengalami kecanduan game online menjadi kehilangan minat
dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game
online.
Xiuqin, dkk (2010) mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang dapat mengakibatkan remaja mengalami kecanduan game online, yaitu remaja dengan
orangtua yang bercerai, kesepian, kurang kontrol orangtua, dan pola asuh
orangtua yang tidak tepat. Faktor-faktor yang dipaparkan menunjukkan bahwa
remaja yang mengalami kecanduan game
online tidak terlepas dari pengaruh keluarga, khususnya pola asuh orangtua.
Pola asuh orangtua memberikan peran penting terhadap perkembangan remaja.
Penelitian yang dilakukan
terhadap anak yang berusia 13 sampai 16 tahun dengan 1468 sampel, menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kecanduan game
online dengan masalah psychosocial.
Anak yang memiliki hubungan pertemanan yang berkualitas memiliki resiko
kecanduan game yang rendah, sedangkan anak yang memiliki kecemasan sosial dan
kesepian memiliki resiko tinggi kecanduan game
online (Rooij, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh
Kim, Jeong, dan Zhong (2010) pada tahun 2010 di Korea Selatan dengan responden
593 siswa SMP dan SMA beserta orangtuanya. Remaja yang mengalami kecanduan game online disebabkan oleh rendahnya
interaksi dan kontrol orangtua karena sibuk bekerja. Remaja yang tidak
mengalami kecanduan game online
memiliki intensitas interaksi yang tinggi dengan orangtua dan kontrol orangtua
terhadap anak. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan anak mengalami
kecanduan game online adalah karena
merasa kurang perhatian dari orang-orang terdekat termasuk orang tua (Smart,
2010).
Subjek yang mengalami kecanduan
game online memiliki kontrol diri
yang rendah (Setiawan, 2012). Orangtua yang memanjakan anak mengakibatkan
perilaku kontrol diri yang rendah pada remaja (Kordi & Baharudin, 2010).
Penelitian yang dilakukan Xiuqin, dkk (2010) menunjukkan remaja yang tidak
mengalami kecanduan internet diasuh dengan pola asuh demokratis (authoritative), yaitu mengizinkan anak
untuk bermain game tetapi memberikan
batasan waktu. Remaja yang mengalami kecanduan internet diasuh oleh orangtua
yang memiliki kehangatan emosional yang rendah dengan anak (uninvolved).
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Motivational
Interview (MI) dapat digunakan untuk mengatasi masalah kecanduan game internet.
Intervensi yang dilakukan fokus pada pengendalian penggunaan internet, dan
memperluas kontak sosial, penggunaan waktu senggang yang tepat. 12 pasien yang
mengikuti CBT dan MI menunjukkan perubahan dengan menurunnya perilaku kecanduan
game online (Rooij, 2011).
1. Ciri-ciri kecanduan game online
Smart (2010) mengemukakan delapan
ciri-ciri kecanduan game online,
yaitu:
a. Waktu bermain game online semakin
bertambah.
b. Terus-menerus memikirkan kegiatan bermain game online.
c. Tidak bisa menghilangkan kebiasaan bermain game online.
d. Marah atau gelisah saat dilarang bermain game online.
e. Bermain game online untuk
melarikan diri dari masalah atau untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman.
f. Memilih bermain game dibandingkan
berinteraksi dengan orang-orang.
g. Bermain game online terus menerus
meskipun kalah bermain.
h. Melakukan segala cara untuk bermain game
online termasuk melakukan tindakan kriminal.
2. Faktor-faktor penyebab kecanduan game
online
Smart (2010)
mengemukakan enam faktor yang dapat mengakibatkan kecanduan game online, yaitu:
a. Kurang perhatian dari orang-orang terdekat
Anak berpikir
bahwa mereka dianggap ada jika dapat menguasai keadaan. Anak merasa bahagia
ketika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekat, terutama ayah dan ibu.
Anak cenderung berperilaku yang tidak menyenangkan untuk mendapatkan perhatian.
Saat anak kecanduan game online dapat
memicu perilaku buruk pada anak, sehingga anak akan menarik perhatian orang
tua.
b. Stress atau depresi
Seperti orang
dewasa anak-anak juga dapat merasakan depresi. Perasaan stress atau depresi
yang dapat ditimbulkan karena mata pelajaran di sekolah, kurang perhatian orang
tua, merasa terkekang, dan tersingkir dari pergaulan. Beberapa anak menggunakan
media untuk menghilangkan stress, diantaranya adalah game online. Remaja yang bermain game online awalnya hanya untuk coba-coba saat menghadapi kondisi
yang tidak menyenangkan. Rasa nikmat yang diperoleh saat bermain game dan masalah yang dihadapi dapat
dilupakan sejenak, sehingga anak dapat mengalami kecanduan.
c. Kurang kontrol
Orangtua
terkadang memanjakan anak dengan fasilitas yang diberikan, seperti membelikan
video game, menyediakan wifi dirumah,
dan tidak membatasi anak bermain game
online. Mengikuti semua keinginan anak dianggap sebagai cara untuk
menunjukkan kasih sayang orang tua. Anak-anak yang dengan mudah mendapatkan apa
yang diinginkan cenderung berperilaku over.
Orangtua yang tidak mengontrol anak saat bermain game dapat menyebabkan anak mengalami kecanduan game online.
d. Kurang kegiatan
Anak tidak
memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman sebaya dirumah. Biasanya anak yang
tidak memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman maka anak akan mencari
kegiatan lain untuk mengatasi kebosanan. Bermain game dijadikan anak sebagai pelarian karena merasa jenuh dan bosan
dirumah.
e. Lingkungan
Perilaku anak
tidak hanya terbentuk karena pengaruh dalam keluarga. Saat di sekolah anak
bermain dengan teman-temannya. Perilaku teman-temannya cenderung akan dicontoh
anak. Saat melihat teman-temannya bermain game,
anak akan ikut untuk mencoba bermain.
f. Pola asuh
Tiap orangtua
memiliki cara dan pola asuh yang berbeda. Pola asuh yang berbeda menghasilkan
perilaku dan watak anak yang berbeda pula. Orangtua yang membiarkan anaknya
bermain game, dan memanjakan anak
dengan membelikan video game dapat
membuat anak menjadi kecanduan game
online.
3. Dimensi Dampak Bermain Game
Anderson,
Gentile, dan Dill (2012) mengemukakan lima dimensi dampak bermaik game, yaitu:
a. Amount of time Dimension yaitu banyaknya
jumlah waktu yang dihabiskan saat bermain video
game. Penelitian membuktikan menghabiskan banyak waktu bermain video game
dapat meningkatkan resiko obesitas (Berkey, dkk, 2000). Hal tesebut disebabkan oleh remaja yang menghabiskan waktu bermain video
game memiliki kebiasaan untuk memakan cemilan. Jumlah bermain game yang lama
juga dapat berdampak pada gangguan stres berulang (Brasington, 1990).
b. Content Dimention yaitu isi dari video game yang dimainkan.
Individu belajar dari konten atau isi yang mereka lihat di dalam video game. Jika mereka bermain game pendidikan, mereka
belajar tentang pendidikan dan dapat menerapkannya di sekolah (Murphy, dkk,, 2002 ), dan jika mereka bermain game
yang dirancang untuk mengajarkan konten kesehatan mereka belajar konsep hidup sehat dan menerapkannya (Beale, Kato, Marin, Bowling, Guthrie, & Amp, 2001; Cole, Lieberman, 2007), sedangkan jika mereka bermain game kekerasan, maka mereka belajar konten
kekerasan dan dapat meniru
perilaku tersebut.
c. Context dimension, yaitu melihat game sesuai dengan
konteksnya. Contohnya Konteks permainan game
online within-game atau
berkelompok, dengan konten kekerasan. Ada dua konteks dalam permainan game
tersebut, yaitu meningkatkan kerjasama tim atau memicu perilaku kekerasan. Jika
konteksnya adalah permainan kelompok yang menuntut kerjasama tim untuk mencapai
tujuan, maka efek game tersebut mungkin mengajarkan kerjasama, sedangkan jika
konteksnya adalah perilaku sosial maka mungkin akan berefek pada perilaku
agresif.
d. Structure dimension,
yaitu struktur tampilan video game dapat menimbulkan beberapa efek. Struktur
tampilan game dapat menyediakan informasi belajar, khususnya memahami informasi
visual (Gibson, 1979). Keterampilan persepsi dapat ditingkatkan melalui praktek
(Green & Amp). Tampilan tiga dimensi pada layar datar, dapat meningkatkan
kemampuan melihat ruang dan bentuk (Greenfield, Brannon & Amp; Kaye, 1994).
e. Mechanics dimension,
yaitu mengacu pada apa yang
dapat dipelajari dari praktek dengan berbagai jenis permainan video game tergantung controller (remot) yang digunakan. Controller dengan menggunakan jempol
sebagai pengendali dapat meningkatkan motorik halus, video game golf dengan mengerakkan tangan
menggunakan controller seolah-olah
stik golf dapat melatih motorik
kasar, sedangkan video game skater dengan controller
papan keseimbangan maka akan melatih keseimbangan. Jenis controller yang melatih motorik dapat meningkatkan koordinasi
visual-motorik.
POLA ASUH
Holden dan Miller (Kail, 2010)
mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah dimensi umum berupa ciri-ciri
kepribadian, yang mewakili aspek-aspek perilaku orang tua yang konsisten,
meskipun pada situasi yang berbeda, dan gaya yang khas saat berinteraksi dengan
anak. Benson dan
Haith (2009) menjelaskan bahwa pola asuh adalah sebuah gaya pengasuhan yang
konsisten dengan pola interaksi yang jelas sejak tahun pertama anak. Pola
interaksi terdiri dari beberapa elemen yang menciptakan iklim emosional ketika
orang tua berkomunikasi dengan anak (bahasa tubuh, nada suara, serta kualitas
perhatian) dan cara orang tua bertanggung kepada anak. Balter (2005)
mendefenisikan bahwa pola asuh adalah sikap orang tua dalam mengasuh anak yang
dapat memengaruhi hasil penyesuaian anak terhadap lingkungan. Baumrind (Kail,
2010) mengemukakan bahwa pola asuh adalah gabungan dari dua dimensi, yaitu
dimensi kehangatan dan kontrol, sehingga gabungan dari dua dimensi tersebut
dapat membentuk empat tipe pola asuh, yaitu authoritarian,
authoritative, permissive, dan uninvolved.
Maccoby dan
Martin (Shaffer & Kipp, 2010) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis atau
dimensi pola asuh orangtua yang penting pada masa anak-anak dan remaja, yaitu:
a. Parental acceptance atau responsiveness, yaitu mengacu pada
jumlah dukungan dan kasih sayang orangtua kepada anak. Orangtua yang acceptance atau responsive adalah orangtua yang memberikan pujian, tanggap kepada
anak, memberikan dukungan, motivasi, dan menunjukkan kasih sayang. Orangtua
memberikan kehangatan, akan tetapi tetap berperilaku kritis ketika anak
melakukan kesalahan. Orangtua yang kurang acceptance
atau responsiveness, yaitu orangtua
yang sering memberikan kritik, merendahkan, menghukum, dan mengabaikan anak.
Orangtua yang kurang acceptance atau responsiveness jarang berkomunikasi dan
jarang menunjukkan penghargaan dan rasa cinta kepada anak.
b. Parental demandingness atau control, yaitu mengacu pada peraturan
atau pengawasan orangtua kepada anak mereka. Orangtua memberikan aturan pada
anak dan memberikan hukuman ketika anak melanggar aturan. Orangtua aktif
memantau perilaku anak untuk memastikan bahwa aturan ini diikuti. Orangtua yang
kurang demandingness atau control, yaitu orangtua yang tidak
memberlakukan aturan yang ketat, tidak memberi tuntutan yang banyak, memberikan
kebebasan untuk kepentingan anak, dan anak bebas untuk mengambil keputusan.
Maccoby dan Martin (Shaffer
& Kipp, 2010) mengemukakan bahwa orangtua mewakili salah satu tipe
pengasuhan atau menggabungkan dua tipe pengasuhan dari dua dimensi pengasuhan
utama. Dua dimensi tipe pengasuhan dapat melahirkan empat tipe pola asuh
orangtua, yaitu:
a. Pola asuh otoriter (authoritarian),
yaitu pola asuh yang sangat ketat dari orangtua yang memaksakan banyak aturan,
mengharapkan ketaatan yang ketat, dan tidak memberikan penjelasan kepada anak
mengapa perlu untuk mematuhi semua peraturan tersebut. Para orangtua akan
sering mengandalkan hukuman, forcefull
tactic (tidak akan menunjukkan rasa cinta kepada anak) untuk mendapatkan
kepatuhan. Orangtua yang otoriter tidak sensitif terhadap perbedaan sudut
pandang anak. Sebaliknya, mereka mendominasi dan mengharapkan anak untuk
menerima kata-kata mereka sebagai hukum dan menghormati otoritas mereka.
b. Pola asuh demokratis (authoritarian),
yaitu orangtua memberikan aturan namun fleksibel, dan memberikan tuntutan yang
wajar kepada anak. Orangtua memberikan alasan mengapa aturan yang dibuat harus
dipatuhi dan akan memastikan bahwa anak dapat mengikuti pedoman tersebut.
Orangtua demokratis akan mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan.
Orangtua melakukan kontrol dengan cara demokratis yang rasional, sehingga anak
dapat menerima aturan dan menghormati mereka.
c. Pola asuh permisif (permissive),
yaitu pola asuh dimana orangtua sedikit memberikan tuntutan pada anak,
mengijinkan anak mereka untuk bebas mengekspresikan perasaan serta dorongan
mereka, tidak memonitor kegiatan anak-anak mereka, dan jarang melakukan kontrol
kuat atas perilaku anak.
d. Pola asuh pengabaian (uninvolved),
yaitu orangtua yang tidak memiliki kedekatan emosional dengan anak atau begitu
kewalahan dengan tekanan dan masalah mereka sendiri, sehingga mereka tidak
punya banyak waktu atau energi untuk membesarkan anak. Para orangtua memaksakan
beberapa aturan dan tuntutan. Mereka tidak terlibat dan tidak sensitif terhadap
kebutuhan anak-anak mereka.
METODE PENELITIAN
1. Metode Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian
ini menggunakan purposive sampling.
Hadi (2004) menjelaskan bahwa purposive
sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Subjek dalam
penelitian ini adalah remaja dengan kedua orangtua yang bekerja.
2.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara ditelepon.
Peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian dan untuk mendukung hasil
penelitian, peneliti menggunakan significant
other yaitu ibu subjek.
HASIL
Data dari penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan
satu orang subjek dan significant other
(Ibu subjek), adapun hasil wawancara sebagai berikut:
Indikator Kecanduan Game Online
|
Subjek
|
Signifikan other
(Ibu Subjek)
|
Waktu bermain game
online semakin bertambah
|
Subjek mengaku jika ada kesempatan bermain game
online akan main, bahkan disekolah jika kelas sedang kosong.
|
Ibu subjek mengaku subjek suka lupa waktu saat
bermain game online.
|
Terus-menerus memikirkan kegiatan bermain game online
|
Subjek kadang memikirkan jika misi permainan game belum selesai, sehingga saat ada
waktu akan digunakan untuk menyelesaikan misi (bermain game).
|
Ibu subjek mengaku saat anaknya diajak keluar
jalan-jalan, subjek meminta untuk cepat pulang karena ingin bermain game.
|
Tidak bisa menghilangkan kebiasaan bermain game online
|
Subjek mengaku sulit menghilangkan kebiasaan bermain
game online karena permainan game
yang seru.
|
Ibu subjek mengungkapkan saat diminta untuk belajar
subjek lebih memilih main game.
|
Marah atau gelisah saat dilarang bermain game online.
|
Subjek mengaku bermain game hanya untuk
bersenang-senang.
|
Ibu subjek mengaku saat dilarang bermain game subjek
memperlihatkan wajah kesal dengan nada suara tinggi.
|
Bermain game
online untuk melarikan diri dari masalah atau untuk menghilangkan
perasaan tidak nyaman.
|
Subjek mengaku bermain game online kapan saja, baik
saat ada masalah ataupun tidak.
|
Ibu subjek mengaku anaknya tidak memiliki masalah.
|
Memilih bermain game
dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang
|
Subjek mengaku lebih memilih bermain game online
saat ada waktu luang.
|
Ibu subjek mengaku saat berkumpul bersama keluarga
untuk menonton TV, subjek lebih memilih untuk bermain game.
|
Bermain game
online terus menerus meskipun kalah bermain
|
Subjek tetap bermain game meskipun kalah.
|
-
|
Melakukan segala cara untuk bermain game online termasuk melakukan
tindakan kriminal
|
Subjek meminta uang kepada orangtua ketika ingin
membeli game, tetapi tidak memaksa jika tidak diberikan.
|
Ibu subjek mengaku, subjek meminta dibelikan laptop
untuk digunakan belajar dan membantu tugas sekolah tetapi subjek lebih banyak
menggunakannya untuk bermain game.
|
Berdasarkan rangkuman hasil wawancara diatas, diperoleh gambaran bahwa
remaja mengalami kecanduan game online.
Hal tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri kecanduan game online yang muncul dari hasil wawancara, yaitu kurang perhatian dari orang-orang
terdekat, kurang kontrol, kurang kegiatan, lingkungan, dan pola asuh yang
memanjakan.
PEMBAHASAN
Individu yang mengalami kecanduan
internet bermain internet kurang lebih 3,5 jam sehari (Choi, dkk, 2009).
Kecandauan game online paling banyak
terjadi pada remaja (Young, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Klassen dan Kuzucu (2009) pada 508 siswa SMP (Sekolah Menengah
Pertama) di Turki menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih sulit menahan
keinginan bermain game online
daripada remaja perempuan. Remaja yang mengalami kecanduan game online menjadi kehilangan minat
dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game
online.
Smart (2010)
mengemukakan enam faktor yang dapat mengakibatkan kecanduan game online, yaitu:
a. Kurang perhatian dari orang-orang terdekat
Anak berpikir
bahwa mereka dianggap ada jika dapat menguasai keadaan. Anak merasa bahagia
ketika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekat, terutama ayah dan ibu.
Anak cenderung berperilaku yang tidak menyenangkan untuk mendapatkan perhatian.
Saat anak kecanduan game online dapat
memicu perilaku buruk pada anak, sehingga anak akan menarik perhatian orang
tua.
b. Stress atau depresi
Seperti orang
dewasa anak-anak juga dapat merasakan depresi. Perasaan stress atau depresi
yang dapat ditimbulkan karena mata pelajaran di sekolah, kurang perhatian orang
tua, merasa terkekang, dan tersingkir dari pergaulan. Beberapa anak menggunakan
media untuk menghilangkan stress, diantaranya adalah game online. Remaja yang bermain game online awalnya hanya untuk coba-coba saat menghadapi kondisi
yang tidak menyenangkan. Rasa nikmat yang diperoleh saat bermain game dan masalah yang dihadapi dapat
dilupakan sejenak, sehingga anak dapat mengalami kecanduan.
c. Kurang kontrol
Orangtua
terkadang memanjakan anak dengan fasilitas yang diberikan, seperti membelikan
video game, menyediakan wifi dirumah,
dan tidak membatasi anak bermain game
online. Mengikuti semua keinginan anak dianggap sebagai cara untuk
menunjukkan kasih sayang orang tua. Anak-anak yang dengan mudah mendapatkan apa
yang diinginkan cenderung berperilaku over.
Orangtua yang tidak mengontrol anak saat bermain game dapat menyebabkan anak mengalami kecanduan game online.
d. Kurang kegiatan
Anak tidak
memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman sebaya dirumah. Biasanya anak yang
tidak memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman maka anak akan mencari
kegiatan lain untuk mengatasi kebosanan. Bermain game dijadikan anak sebagai pelarian karena merasa jenuh dan bosan
dirumah.
e. Lingkungan
Perilaku anak
tidak hanya terbentuk karena pengaruh dalam keluarga. Saat di sekolah anak
bermain dengan teman-temannya. Perilaku teman-temannya cenderung akan dicontoh
anak. Saat melihat teman-temannya bermain game,
anak akan ikut untuk mencoba bermain.
f. Pola asuh
Tiap orangtua
memiliki cara dan pola asuh yang berbeda. Pola asuh yang berbeda menghasilkan
perilaku dan watak anak yang berbeda pula. Orangtua yang membiarkan anaknya
bermain game, dan memanjakan anak
dengan membelikan video game dapat
membuat anak menjadi kecanduan game
online.
Riset ini mendapatkan gambaran kecanduan game
online pada remaja dengan orangtua bekerja, sebagai berikut:
Faktor Kecanduan game
online
|
Subjek
|
Significant Other
(Ibu Subjek)
|
Kurang perhatian dari orang-orang terdekat
|
Subjek memiliki orangtua yang bekerja, sehingga tidak mendapatkan
perhatian yang cukup.
|
-
|
Stress atau depresi
|
Subjek tidak memiliki masalah yang dapat menyebabkan stress.
|
Ibu subjek mengaku anaknya tidak memiliki masalah.
|
Kurang kontrol
|
Subjek mengaku orangtuanya melarang saat bermain game online secara berlebihan.
|
Ibu subjek melakukan kontrol tetapi tidak begitu tegas terhadap
anaknya.
|
Kurang kegiatan
|
Subjek mengaku tidak memiliki kegiatan lain selain sekolah dan bermain
game.
Ibunya melarang untuk main diluar.
|
-
|
Lingkungan
|
Subjek mengenal game online
dari teman-temannya.
|
-
|
Pola asuh
|
-
|
Ibu subjek cenderung memanjakan anaknya.
Tidak memberikan kontrol yang tegas pada anak.
|
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa
penyebab anak mengalami kecanduan game online adalah kurang perhatian dari
orang-orang terdekat, kurang kontrol, kurang kegiatan, lingkungan, dan pola
asuh yang memanjakan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan, yaitu:
1.
Kecanduan game online disebabkan oleh kurang
kontrol, kurang kegiatan, lingkungan, dan memanjakan anak.
2.
Solusi untuk mencegah kecanduan game online adalah orangtua
menerapkan disiplin yang konsisten, dan memberikan kegiatan positif kepada
anak.
REKOMENDASI
Berdasarkan pembahasan hasil dan kesimpulan
penelitian, maka diajukan beberapa rekomendasi sebagai
berikut:
1. Bagi subjek
penelitian, disarankan untuk membatasi waktu dalam bermain game online, dan melakukan kegiatan positif.
2. Bagi
orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian kepada anak dengan
menerapkan disiplin yang konsisten, dan mengarahkan anak melakukan kegiatan
positif.
3. Bagi
peneliti selanjutnya, disarankan dapat memberikan kontribusi yang positif
untuk menggali lebih dalam faktor yang paling mempengaruhi kecanduan game online dan cara mengatasinya.
SUMBER REFERENSI
Anderson, C. A., Gentile, D. A., & Dill, K. E. (2012). Prosocial, Antisocial, and Other Effects of
Recreational Video Games dalam Handbook of
Children and the Media 2nd ed, Dorothy G. Singer dan Jerome L. Singer. Amerika:
Sage.
Choi, K., Son, H., Park, M., Han, J., Kim, K., Lee, B., & Gwak, H.
2009. Internet overuse and excessive daytime sleepiness in adolescents. Psychiatry
and Clinical Neurosciences, 63,
455-462. Doi: 10.1111/j.1440 1819.2009.01925.x.
Clark, N. & Scott, P. S. 2009. Game
addiction (the experience and the effects). London: McFarland &
Company, Inc.
Hadi, S. 2004. Statistik jilid 2. Yogyakarta: Andi
Kim, D. H., Jeong, E. J., & Zhong, H. 2010.
Preventive role of parents in adolescent problematic internet game use in
Korea. Korean journal of sociology, 44(6),
111-133.
Klassen, R. M., & Kuzucu, E. 2009. Academic procrastination and
motivation of adolescent in Turkey. Journal
of educational psychology, 29(1), 69-81.
Kordi, A. & Baharuddin, R. 2010. Parenting Attitude and Style and Its
Effect on Children’s School Achievements. Journal
of psychological studies, 2(2), 217-222.
Padwa, H. & Cunhingham, J. 2010. Addiction
reference and encyclopedia. United State: ABC-CLIO-LLC.
Rooij, A. J. V. 2011. Online Game Addiction: Exploring a New Phenomenon.
Rotterdam, The Netherlands: Erasmus University Rotterrdam.
Rooij, A. J. V., Schoenmakers, T. M., Eijinden, R. J. J. M., & Mheen,
D. 2010. Compulsive Internet Use: Ther
Role of Online Gaming and Other Internet Applications. The Journal of
Adolescent Health, 47(1), 51-57. Doi: 10.1016/j.jadohealth.
Setiawan, R. 2012. Hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan game facebook pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas
Negeri Makassar: Makassar.
Smart, A. 2010. Cara cerdas mengatasi
anak kecanduan game. Jogjakarta: A Pluss Books.
Xiuqin, H., Huimin, Z., Mengchen, L., Jinan, W., Ying, Z., & Ran, T.
2010. Mental health, personality, and parental rearing styles of adolescent
with internet addiction disorder. Cyberpsychology,
behavior, and social networking, 13(4), 401-406. Doi:
10.1089=cyber.2009.0222.
Young, K. 2009. Understanding online gaming addiction and treatment
issues for adolescent. The American
Journal of Family Therapy, 37, 355-372. Doi: 10.1080/01926180902942191.
Nice... Lanjutkan publikasinya.
BalasHapusSeharusnya kemaren dirimu ikut tinas juga untuk mempresentasikan penelitian ini, :)
Terimakasih kak, mohon sarannya..
BalasHapusCasino and Games at the Golden Nugget - Dr.MCD
BalasHapusThe 남원 출장마사지 Golden Nugget casino in Las Vegas is open and 서울특별 출장안마 excited to welcome 남원 출장마사지 you back to a 경기도 출장마사지 world in the palm of 정읍 출장샵 your hand. Experience Las Vegas gambling excitement