Selasa, 25 November 2014

ORANGTUA DENGAN POLA ASUH PERMISIF & RESIKO ANAK KECANDUAN GAME ONLINE


Dwi Rezky Anandari

Magister Psikologi Sains Pendidikan
Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga

Abstrak


      Maraknya keberadaan game online di kalangan anak menjadi fenomena yang cukup menarik perhatian. Anak menghabiskan banyak waktu di depan komputer ataupun smartphone untuk bermain game online. Dalam kondisi tersebut orangtua sangat berperan dalam melakukan kontrol dan menerapkan disiplin terhadap anak. Orangtua dengan pola asuh permisif sedikit memberikan tuntutan pada anak, mengijinkan anak mereka untuk bebas mengekspresikan perasaan serta dorongan mereka, tidak memonitor kegiatan anak-anak mereka, dan jarang melakukan kontrol kuat atas perilaku anak (Maccoby & Martin; dalam Shaffer & Kipp, 2010). Jika tidak ada kontrol yang kuat serta penerapan disiplin oleh orangtua, maka anak akan terbiasa untuk bermain game online tanpa ada batasan. Hal tersebut dapat mengakibatkan anak mengalami kecanduan game online.
      Kecanduan game online adalah kecenderungan untuk terus bermain dan mengabaikan realitas (Clark & Scott, 2009). Individu menjadi asyik dengan game, kehilangan minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game, menarik diri dari keluarga, teman-teman dan menggunakan game sebagai sarana melarikan diri psikologis (Young, 2009). Individu merasakan kepuasan dapat mengekspresikan diri yang dianggap tidak mungkin dilakukan di dunia nyata (Padwa & Cunhingham, 2010).
      Tulisan ini didasari pada penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan ciri-ciri tertentu dan tujuan penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah anak yang mengalami kecanduan game online. Pengambilan data dengan menggunakan wawancara dan untuk memperkuat hasil penelitian maka peneliti juga menggunakan (significant other).
      Hasil penelitian terhadap subjek dengan kecanduan game online menunjukkan bahwa orangtua dengan pola asuh permisif mempengaruhi anak mengalami kecanduan game online.


PENDAHULUAN
      Jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2013 mencapai 63 juta orang dan sebanyak 20% diantaranya menggunakan game online (Bisnis.com). Penelitian yang dilakukan terhadap 1.421 sampel menunjukkan bahwa lamanya menggunakan internet dipengaruhi oleh aplikasi yang digunakan seperti aplikasi chating, surfing, blogging, download,  social networking, dan game online. Bermain game online adalah aplikasi yang paling mempengaruhi subjek menghabiskan banyak waktu untuk bermain internet. Akibatnya aplikasi game online berpengaruh terhadap penggunaan internet secara kompulsif (Rooij, Schoenmakers, Eijnden, & Mheen, 2010). Pengguna game online sebagian besar adalah remaja (Young, 2009). Maraknya game online di kalangan remaja memunculkan fenomena kecanduan game online yang dapat berpengaruh terhadap remaja.
      Game online menjadi hal yang menarik dikalangan remaja dan dapat mengakibatkan kecanduan. Chou dan Ting (2003) mengemukakan bahwa individu yang bermain game online dalam waktu lama karena merasakan kenikmatan disebut sebagai pecandu game online. Choi, dkk (2009) menjelaskan bahwa individu yang mengalami kecanduan internet bermain internet kurang lebih 3,5 jam sehari. Young (2009) mengemukakan bahwa kecanduan game online adalah kecanduan internet yang paling cepat berkembang pada anak dan remaja dimana individu menjadi asyik sehingga kehilangan minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game online. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan game online adalah individu yang bermain game dalam jangka waktu yang lama karena merasakan kenikmatan, sehingga kehilangan minat untuk melakukan kegiatan lain.
      Remaja yang mengalami kecanduan game online tidak terlepas dari beberapa faktor. Smart (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mengakibatkan kecanduan game online adalah kurang perhatian dari orang-orang terdekat, mengalami stress, kurang kontrol orangtua, kurang kegiatan, lingkungan, dan pola asuh orangtua yang salah. Pola asuh orangtua menjadi salah satu faktor penyebab remaja mengalami kecanduan game online.

KECANDUAN GAME ONLINE
      Clark dan Scott (2009) menjelaskan bahwa kecanduan game adalah permainan game yang dapat memberikan perasaan bahagia terhadap gamer untuk memiliki kecenderungan terus bermain dan mengabaikan realitas. Individu menjadi asyik dengan game, berbohong tentang penggunaan game, kehilangan minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game, menarik diri dari keluarga, teman-teman dan menggunakan game sebagai sarana melarikan diri psikologis (Young, 2009). Remaja merasakan kepuasan dapat mengekspresikan diri yang dianggap tidak mungkin dilakukan di dunia nyata (Padwa & Cunhingham, 2010).
      Individu yang mengalami kecanduan internet bermain internet kurang lebih 3,5 jam sehari (Choi, dkk, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Klassen dan Kuzucu (2009) pada 508 siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Turki menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih sulit menahan keinginan bermain game online daripada remaja perempuan. Remaja yang mengalami kecanduan game online menjadi kehilangan minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game online.
      Xiuqin, dkk (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mengakibatkan remaja mengalami kecanduan game online, yaitu remaja dengan orangtua yang bercerai, kesepian, kurang kontrol orangtua, dan pola asuh orangtua yang tidak tepat. Faktor-faktor yang dipaparkan menunjukkan bahwa remaja yang mengalami kecanduan game online tidak terlepas dari pengaruh keluarga, khususnya pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua memberikan peran penting terhadap perkembangan remaja.
      Penelitian yang dilakukan terhadap anak yang berusia 13 sampai 16 tahun dengan 1468 sampel, menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecanduan game online dengan masalah psychosocial. Anak yang memiliki hubungan pertemanan yang berkualitas memiliki resiko kecanduan game yang rendah, sedangkan anak yang memiliki kecemasan sosial dan kesepian memiliki resiko tinggi kecanduan game online (Rooij, 2011).
      Penelitian yang dilakukan oleh Kim, Jeong, dan Zhong (2010) pada tahun 2010 di Korea Selatan dengan responden 593 siswa SMP dan SMA beserta orangtuanya. Remaja yang mengalami kecanduan game online disebabkan oleh rendahnya interaksi dan kontrol orangtua karena sibuk bekerja. Remaja yang tidak mengalami kecanduan game online memiliki intensitas interaksi yang tinggi dengan orangtua dan kontrol orangtua terhadap anak. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan anak mengalami kecanduan game online adalah karena merasa kurang perhatian dari orang-orang terdekat termasuk orang tua (Smart, 2010).
      Subjek yang mengalami kecanduan game online memiliki kontrol diri yang rendah (Setiawan, 2012). Orangtua yang memanjakan anak mengakibatkan perilaku kontrol diri yang rendah pada remaja (Kordi & Baharudin, 2010). Penelitian yang dilakukan Xiuqin, dkk (2010) menunjukkan remaja yang tidak mengalami kecanduan internet diasuh dengan pola asuh demokratis (authoritative), yaitu mengizinkan anak untuk bermain game tetapi memberikan batasan waktu. Remaja yang mengalami kecanduan internet diasuh oleh orangtua yang memiliki kehangatan emosional yang rendah dengan anak (uninvolved).
      Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Motivational Interview (MI) dapat digunakan untuk mengatasi masalah kecanduan game internet. Intervensi yang dilakukan fokus pada pengendalian penggunaan internet, dan memperluas kontak sosial, penggunaan waktu senggang yang tepat. 12 pasien yang mengikuti CBT dan MI menunjukkan perubahan dengan menurunnya perilaku kecanduan game online (Rooij, 2011).
1.    Ciri-ciri kecanduan game online
     Smart (2010) mengemukakan delapan ciri-ciri kecanduan game online, yaitu:
a.    Waktu bermain game online semakin bertambah.
b.    Terus-menerus memikirkan kegiatan bermain game online.
c.    Tidak bisa menghilangkan kebiasaan bermain game online.
d.   Marah atau gelisah saat dilarang bermain game online.
e.    Bermain game online untuk melarikan diri dari masalah atau untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman.
f.     Memilih bermain game dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang.
g.    Bermain game online terus menerus meskipun kalah bermain.
h.    Melakukan segala cara untuk bermain game online termasuk melakukan tindakan kriminal.
2.    Faktor-faktor penyebab kecanduan game online
      Smart (2010) mengemukakan enam faktor yang dapat mengakibatkan kecanduan game online, yaitu:
a.    Kurang perhatian dari orang-orang terdekat
      Anak berpikir bahwa mereka dianggap ada jika dapat menguasai keadaan. Anak merasa bahagia ketika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekat, terutama ayah dan ibu. Anak cenderung berperilaku yang tidak menyenangkan untuk mendapatkan perhatian. Saat anak kecanduan game online dapat memicu perilaku buruk pada anak, sehingga anak akan menarik perhatian orang tua.
b.    Stress atau depresi
      Seperti orang dewasa anak-anak juga dapat merasakan depresi. Perasaan stress atau depresi yang dapat ditimbulkan karena mata pelajaran di sekolah, kurang perhatian orang tua, merasa terkekang, dan tersingkir dari pergaulan. Beberapa anak menggunakan media untuk menghilangkan stress, diantaranya adalah game online. Remaja yang bermain game online awalnya hanya untuk coba-coba saat menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan. Rasa nikmat yang diperoleh saat bermain game dan masalah yang dihadapi dapat dilupakan sejenak, sehingga anak dapat mengalami kecanduan.
c.    Kurang kontrol
      Orangtua terkadang memanjakan anak dengan fasilitas yang diberikan, seperti membelikan video game, menyediakan wifi dirumah, dan tidak membatasi anak bermain game online. Mengikuti semua keinginan anak dianggap sebagai cara untuk menunjukkan kasih sayang orang tua. Anak-anak yang dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan cenderung berperilaku over. Orangtua yang tidak mengontrol anak saat bermain game dapat menyebabkan anak mengalami kecanduan game online.
d.   Kurang kegiatan
      Anak tidak memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman sebaya dirumah. Biasanya anak yang tidak memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman maka anak akan mencari kegiatan lain untuk mengatasi kebosanan. Bermain game dijadikan anak sebagai pelarian karena merasa jenuh dan bosan dirumah.
e.    Lingkungan
      Perilaku anak tidak hanya terbentuk karena pengaruh dalam keluarga. Saat di sekolah anak bermain dengan teman-temannya. Perilaku teman-temannya cenderung akan dicontoh anak. Saat melihat teman-temannya bermain game, anak akan ikut untuk mencoba bermain.
f.     Pola asuh
      Tiap orangtua memiliki cara dan pola asuh yang berbeda. Pola asuh yang berbeda menghasilkan perilaku dan watak anak yang berbeda pula. Orangtua yang membiarkan anaknya bermain game, dan memanjakan anak dengan membelikan video game dapat membuat anak menjadi kecanduan game online.
3.      Dimensi Dampak  Bermain Game
      Anderson, Gentile, dan Dill (2012) mengemukakan lima dimensi dampak bermaik game, yaitu:
a.    Amount of time Dimension yaitu banyaknya jumlah waktu yang dihabiskan saat bermain video game. Penelitian membuktikan menghabiskan banyak waktu bermain video game dapat meningkatkan resiko obesitas (Berkey, dkk, 2000). Hal tesebut disebabkan oleh remaja yang menghabiskan waktu bermain video game memiliki kebiasaan untuk memakan cemilan. Jumlah bermain game yang lama juga dapat berdampak pada gangguan stres berulang (Brasington, 1990).
b.    Content Dimention yaitu isi dari video game yang dimainkan. Individu belajar dari konten atau isi yang mereka lihat di dalam video game. Jika mereka bermain game pendidikan, mereka belajar tentang pendidikan dan dapat menerapkannya di sekolah (Murphy, dkk,, 2002 ), dan jika mereka bermain game yang dirancang untuk mengajarkan konten kesehatan mereka belajar konsep hidup sehat dan menerapkannya (Beale, Kato, Marin, Bowling, Guthrie, & Amp, 2001; Cole, Lieberman, 2007),  sedangkan jika mereka bermain game kekerasan, maka mereka belajar konten kekerasan dan dapat meniru perilaku tersebut.
c.    Context dimension, yaitu melihat game sesuai dengan konteksnya. Contohnya Konteks permainan game online within-game atau berkelompok, dengan konten kekerasan. Ada dua konteks dalam permainan game tersebut, yaitu meningkatkan kerjasama tim atau memicu perilaku kekerasan. Jika konteksnya adalah permainan kelompok yang menuntut kerjasama tim untuk mencapai tujuan, maka efek game tersebut mungkin mengajarkan kerjasama, sedangkan jika konteksnya adalah perilaku sosial maka mungkin akan berefek pada perilaku agresif.
d.   Structure dimension, yaitu struktur tampilan video game dapat menimbulkan beberapa efek. Struktur tampilan game dapat menyediakan informasi belajar, khususnya memahami informasi visual (Gibson, 1979). Keterampilan persepsi dapat ditingkatkan melalui praktek (Green & Amp). Tampilan tiga dimensi pada layar datar, dapat meningkatkan kemampuan melihat ruang dan bentuk (Greenfield, Brannon & Amp; Kaye, 1994).
e.    Mechanics dimension, yaitu mengacu pada apa yang dapat dipelajari dari praktek dengan berbagai jenis permainan video game tergantung controller (remot) yang digunakan.  Controller dengan menggunakan jempol sebagai pengendali dapat meningkatkan motorik halus, video game golf dengan mengerakkan tangan menggunakan controller seolah-olah stik golf dapat melatih motorik kasar, sedangkan video game skater dengan controller papan keseimbangan maka akan melatih keseimbangan. Jenis controller yang melatih motorik dapat meningkatkan koordinasi visual-motorik.

POLA ASUH
      Holden dan Miller (Kail, 2010) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah dimensi umum berupa ciri-ciri kepribadian, yang mewakili aspek-aspek perilaku orang tua yang konsisten, meskipun pada situasi yang berbeda, dan gaya yang khas saat berinteraksi dengan anak. Benson dan Haith (2009) menjelaskan bahwa pola asuh adalah sebuah gaya pengasuhan yang konsisten dengan pola interaksi yang jelas sejak tahun pertama anak. Pola interaksi terdiri dari beberapa elemen yang menciptakan iklim emosional ketika orang tua berkomunikasi dengan anak (bahasa tubuh, nada suara, serta kualitas perhatian) dan cara orang tua bertanggung kepada anak. Balter (2005) mendefenisikan bahwa pola asuh adalah sikap orang tua dalam mengasuh anak yang dapat memengaruhi hasil penyesuaian anak terhadap lingkungan. Baumrind (Kail, 2010) mengemukakan bahwa pola asuh adalah gabungan dari dua dimensi, yaitu dimensi kehangatan dan kontrol, sehingga gabungan dari dua dimensi tersebut dapat membentuk empat tipe pola asuh, yaitu authoritarian, authoritative, permissive, dan uninvolved.
      Maccoby dan Martin (Shaffer & Kipp, 2010) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis atau dimensi pola asuh orangtua yang penting pada masa anak-anak dan remaja, yaitu:
a.    Parental acceptance atau responsiveness, yaitu mengacu pada jumlah dukungan dan kasih sayang orangtua kepada anak. Orangtua yang acceptance atau responsive adalah orangtua yang memberikan pujian, tanggap kepada anak, memberikan dukungan, motivasi, dan menunjukkan kasih sayang. Orangtua memberikan kehangatan, akan tetapi tetap berperilaku kritis ketika anak melakukan kesalahan. Orangtua yang kurang acceptance atau responsiveness, yaitu orangtua yang sering memberikan kritik, merendahkan, menghukum, dan mengabaikan anak. Orangtua yang kurang acceptance atau responsiveness jarang berkomunikasi dan jarang menunjukkan penghargaan dan rasa cinta kepada anak.
b.    Parental demandingness atau control, yaitu mengacu pada peraturan atau pengawasan orangtua kepada anak mereka. Orangtua memberikan aturan pada anak dan memberikan hukuman ketika anak melanggar aturan. Orangtua aktif memantau perilaku anak untuk memastikan bahwa aturan ini diikuti. Orangtua yang kurang demandingness atau control, yaitu orangtua yang tidak memberlakukan aturan yang ketat, tidak memberi tuntutan yang banyak, memberikan kebebasan untuk kepentingan anak, dan anak bebas untuk mengambil keputusan.
      Maccoby dan Martin (Shaffer & Kipp, 2010) mengemukakan bahwa orangtua mewakili salah satu tipe pengasuhan atau menggabungkan dua tipe pengasuhan dari dua dimensi pengasuhan utama. Dua dimensi tipe pengasuhan dapat melahirkan empat tipe pola asuh orangtua, yaitu:
a.    Pola asuh otoriter (authoritarian), yaitu pola asuh yang sangat ketat dari orangtua yang memaksakan banyak aturan, mengharapkan ketaatan yang ketat, dan tidak memberikan penjelasan kepada anak mengapa perlu untuk mematuhi semua peraturan tersebut. Para orangtua akan sering mengandalkan hukuman, forcefull tactic (tidak akan menunjukkan rasa cinta kepada anak) untuk mendapatkan kepatuhan. Orangtua yang otoriter tidak sensitif terhadap perbedaan sudut pandang anak. Sebaliknya, mereka mendominasi dan mengharapkan anak untuk menerima kata-kata mereka sebagai hukum dan menghormati otoritas mereka.
b.    Pola asuh demokratis (authoritarian), yaitu orangtua memberikan aturan namun fleksibel, dan memberikan tuntutan yang wajar kepada anak. Orangtua memberikan alasan mengapa aturan yang dibuat harus dipatuhi dan akan memastikan bahwa anak dapat mengikuti pedoman tersebut. Orangtua demokratis akan mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Orangtua melakukan kontrol dengan cara demokratis yang rasional, sehingga anak dapat menerima aturan dan menghormati mereka.
c.    Pola asuh permisif (permissive), yaitu pola asuh dimana orangtua sedikit memberikan tuntutan pada anak, mengijinkan anak mereka untuk bebas mengekspresikan perasaan serta dorongan mereka, tidak memonitor kegiatan anak-anak mereka, dan jarang melakukan kontrol kuat atas perilaku anak.
d.   Pola asuh pengabaian (uninvolved), yaitu orangtua yang tidak memiliki kedekatan emosional dengan anak atau begitu kewalahan dengan tekanan dan masalah mereka sendiri, sehingga mereka tidak punya banyak waktu atau energi untuk membesarkan anak. Para orangtua memaksakan beberapa aturan dan tuntutan. Mereka tidak terlibat dan tidak sensitif terhadap kebutuhan anak-anak mereka.

METODE PENELITIAN
1.      Metode Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Hadi (2004) menjelaskan bahwa purposive sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan kedua orangtua yang bekerja.
2.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara ditelepon. Peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian dan untuk mendukung hasil penelitian, peneliti menggunakan significant other yaitu ibu subjek.



KERANGKA KONSEPTUAL
Tabel 1.
Tabel Kerangka Konseptual
Faktor Penyebab Kecanduan Game Online






HASIL
      Data dari penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan satu orang subjek dan significant other (Ibu subjek), adapun hasil wawancara sebagai berikut:



Indikator Kecanduan Game Online
Subjek
Signifikan other
(Ibu Subjek)
Waktu bermain game online semakin bertambah
Subjek mengaku jika ada kesempatan bermain game online akan main, bahkan disekolah jika kelas sedang kosong.
Ibu subjek mengaku subjek suka lupa waktu saat bermain game online.
Terus-menerus memikirkan kegiatan bermain game online
Subjek kadang memikirkan jika misi permainan game belum selesai, sehingga saat ada waktu akan digunakan untuk menyelesaikan misi (bermain game).
Ibu subjek mengaku saat anaknya diajak keluar jalan-jalan, subjek meminta untuk cepat pulang karena ingin bermain game.
Tidak bisa menghilangkan kebiasaan bermain game online
Subjek mengaku sulit menghilangkan kebiasaan bermain game online karena permainan game yang seru.
Ibu subjek mengungkapkan saat diminta untuk belajar subjek lebih memilih main game.
Marah atau gelisah saat dilarang bermain game online.
Subjek mengaku bermain game hanya untuk bersenang-senang.
Ibu subjek mengaku saat dilarang bermain game subjek memperlihatkan wajah kesal dengan nada suara tinggi.
Bermain game online untuk melarikan diri dari masalah atau untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman.
Subjek mengaku bermain game online kapan saja, baik saat ada masalah ataupun tidak.
Ibu subjek mengaku anaknya tidak memiliki masalah.
Memilih bermain game dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang
Subjek mengaku lebih memilih bermain game online saat ada waktu luang.
Ibu subjek mengaku saat berkumpul bersama keluarga untuk menonton TV, subjek lebih memilih untuk bermain game.
Bermain game online terus menerus meskipun kalah bermain
Subjek tetap bermain game meskipun kalah.
-
Melakukan segala cara untuk bermain game online termasuk melakukan tindakan kriminal
Subjek meminta uang kepada orangtua ketika ingin membeli game, tetapi tidak memaksa jika tidak diberikan.
Ibu subjek mengaku, subjek meminta dibelikan laptop untuk digunakan belajar dan membantu tugas sekolah tetapi subjek lebih banyak menggunakannya untuk bermain game.



      Berdasarkan rangkuman hasil wawancara diatas, diperoleh gambaran bahwa remaja mengalami kecanduan game online. Hal tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri kecanduan game online yang muncul dari hasil wawancara, yaitu kurang perhatian dari orang-orang terdekat, kurang kontrol, kurang kegiatan, lingkungan, dan pola asuh yang memanjakan.

PEMBAHASAN
      Individu yang mengalami kecanduan internet bermain internet kurang lebih 3,5 jam sehari (Choi, dkk, 2009). Kecandauan game online paling banyak terjadi pada remaja (Young, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Klassen dan Kuzucu (2009) pada 508 siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Turki menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih sulit menahan keinginan bermain game online daripada remaja perempuan. Remaja yang mengalami kecanduan game online menjadi kehilangan minat dalam kegiatan lain hanya untuk bermain game online.
      Smart (2010) mengemukakan enam faktor yang dapat mengakibatkan kecanduan game online, yaitu:
a.    Kurang perhatian dari orang-orang terdekat
      Anak berpikir bahwa mereka dianggap ada jika dapat menguasai keadaan. Anak merasa bahagia ketika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekat, terutama ayah dan ibu. Anak cenderung berperilaku yang tidak menyenangkan untuk mendapatkan perhatian. Saat anak kecanduan game online dapat memicu perilaku buruk pada anak, sehingga anak akan menarik perhatian orang tua.
b.    Stress atau depresi
      Seperti orang dewasa anak-anak juga dapat merasakan depresi. Perasaan stress atau depresi yang dapat ditimbulkan karena mata pelajaran di sekolah, kurang perhatian orang tua, merasa terkekang, dan tersingkir dari pergaulan. Beberapa anak menggunakan media untuk menghilangkan stress, diantaranya adalah game online. Remaja yang bermain game online awalnya hanya untuk coba-coba saat menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan. Rasa nikmat yang diperoleh saat bermain game dan masalah yang dihadapi dapat dilupakan sejenak, sehingga anak dapat mengalami kecanduan.
c.       Kurang kontrol
      Orangtua terkadang memanjakan anak dengan fasilitas yang diberikan, seperti membelikan video game, menyediakan wifi dirumah, dan tidak membatasi anak bermain game online. Mengikuti semua keinginan anak dianggap sebagai cara untuk menunjukkan kasih sayang orang tua. Anak-anak yang dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkan cenderung berperilaku over. Orangtua yang tidak mengontrol anak saat bermain game dapat menyebabkan anak mengalami kecanduan game online.
d.      Kurang kegiatan
      Anak tidak memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman sebaya dirumah. Biasanya anak yang tidak memiliki kegiatan dan tidak memiliki teman maka anak akan mencari kegiatan lain untuk mengatasi kebosanan. Bermain game dijadikan anak sebagai pelarian karena merasa jenuh dan bosan dirumah.
e.       Lingkungan
      Perilaku anak tidak hanya terbentuk karena pengaruh dalam keluarga. Saat di sekolah anak bermain dengan teman-temannya. Perilaku teman-temannya cenderung akan dicontoh anak. Saat melihat teman-temannya bermain game, anak akan ikut untuk mencoba bermain.

f.       Pola asuh
      Tiap orangtua memiliki cara dan pola asuh yang berbeda. Pola asuh yang berbeda menghasilkan perilaku dan watak anak yang berbeda pula. Orangtua yang membiarkan anaknya bermain game, dan memanjakan anak dengan membelikan video game dapat membuat anak menjadi kecanduan game online.
      Riset ini mendapatkan gambaran kecanduan game online pada remaja dengan orangtua bekerja, sebagai berikut:

Faktor Kecanduan game online
Subjek
Significant Other
(Ibu Subjek)
Kurang perhatian dari orang-orang terdekat
Subjek memiliki orangtua yang bekerja, sehingga tidak mendapatkan perhatian yang cukup.
-
Stress atau depresi
Subjek tidak memiliki masalah yang dapat menyebabkan stress.
Ibu subjek mengaku anaknya tidak memiliki masalah.
Kurang kontrol
Subjek mengaku orangtuanya melarang saat bermain game online secara berlebihan.
Ibu subjek melakukan kontrol tetapi tidak begitu tegas terhadap anaknya.
Kurang kegiatan
Subjek mengaku tidak memiliki kegiatan lain selain sekolah dan bermain game.
Ibunya melarang untuk main diluar.
-
Lingkungan
Subjek mengenal game online dari teman-temannya.
-
Pola asuh
-
Ibu subjek cenderung memanjakan anaknya.
Tidak memberikan kontrol yang tegas pada anak.



Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa penyebab anak mengalami kecanduan game online adalah kurang perhatian dari orang-orang terdekat, kurang kontrol, kurang kegiatan, lingkungan, dan pola asuh yang memanjakan.


KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1.    Kecanduan game online disebabkan oleh kurang kontrol, kurang kegiatan, lingkungan, dan  memanjakan anak.
2.    Solusi untuk mencegah kecanduan game online adalah orangtua menerapkan disiplin yang konsisten, dan memberikan kegiatan positif kepada anak.

REKOMENDASI
      Berdasarkan pembahasan hasil dan kesimpulan penelitian, maka diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1.      Bagi subjek penelitian, disarankan untuk membatasi waktu dalam bermain game online, dan melakukan kegiatan positif.
2.      Bagi orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian kepada anak dengan menerapkan disiplin yang konsisten, dan mengarahkan anak melakukan kegiatan positif.
3.      Bagi peneliti selanjutnya, disarankan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk menggali lebih dalam faktor yang paling mempengaruhi kecanduan game online dan cara mengatasinya.



SUMBER REFERENSI
Anderson, C. A., Gentile, D. A., & Dill, K. E. (2012). Prosocial, Antisocial, and Other Effects of Recreational Video Games dalam Handbook of Children and the Media 2nd ed, Dorothy G. Singer dan Jerome L. Singer. Amerika: Sage.

Choi, K., Son, H., Park, M., Han, J., Kim, K., Lee, B., & Gwak, H. 2009. Internet overuse and excessive daytime sleepiness in adolescents. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 63, 455-462. Doi: 10.1111/j.1440 1819.2009.01925.x.

Clark, N. & Scott, P. S. 2009. Game addiction (the experience and the effects). London: McFarland & Company, Inc.

Hadi, S. 2004. Statistik jilid 2. Yogyakarta: Andi

Kim, D. H., Jeong, E. J., & Zhong, H. 2010. Preventive role of parents in adolescent problematic internet game use in Korea. Korean journal of sociology, 44(6), 111-133.

Klassen, R. M., & Kuzucu, E. 2009. Academic procrastination and motivation of adolescent in Turkey. Journal of educational psychology, 29(1), 69-81.

Kordi, A. & Baharuddin, R. 2010. Parenting Attitude and Style and Its Effect on Children’s School Achievements. Journal of psychological studies, 2(2), 217-222.

Padwa, H. & Cunhingham, J. 2010. Addiction reference and encyclopedia. United State: ABC-CLIO-LLC.

Rooij, A. J. V. 2011. Online Game Addiction: Exploring a New Phenomenon. Rotterdam, The Netherlands: Erasmus University Rotterrdam.

Rooij, A. J. V., Schoenmakers, T. M., Eijinden, R. J. J. M., & Mheen, D. 2010. Compulsive Internet Use:  Ther Role of Online Gaming and Other Internet Applications. The Journal of Adolescent Health, 47(1), 51-57. Doi: 10.1016/j.jadohealth.

Setiawan, R. 2012. Hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan game facebook pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Negeri Makassar: Makassar.

Smart, A. 2010. Cara cerdas mengatasi anak kecanduan game. Jogjakarta: A Pluss Books.

Xiuqin, H., Huimin, Z., Mengchen, L., Jinan, W., Ying, Z., & Ran, T. 2010. Mental health, personality, and parental rearing styles of adolescent with internet addiction disorder. Cyberpsychology, behavior, and social networking, 13(4), 401-406. Doi: 10.1089=cyber.2009.0222.

Young, K. 2009. Understanding online gaming addiction and treatment issues for adolescent. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372. Doi: 10.1080/01926180902942191.






3 komentar:

  1. Nice... Lanjutkan publikasinya.

    Seharusnya kemaren dirimu ikut tinas juga untuk mempresentasikan penelitian ini, :)

    BalasHapus
  2. Terimakasih kak, mohon sarannya..

    BalasHapus
  3. Casino and Games at the Golden Nugget - Dr.MCD
    The 남원 출장마사지 Golden Nugget casino in Las Vegas is open and 서울특별 출장안마 excited to welcome 남원 출장마사지 you back to a 경기도 출장마사지 world in the palm of 정읍 출장샵 your hand. Experience Las Vegas gambling excitement

    BalasHapus